Tantrum pada Anak: Penyebab dan Cara Menanganinya

Ditinjau oleh: dr. Irma Lidia

Mempunyai buah hati merupakan impian hampir semua pasangan. Membesarkan buah hati tidak selalu menyenangkan dan membutuhkan kesabaran ekstra untuk orang tua. Ketika anak menginjak usia balita, bisa dibilang itu adalah momen-momen paling menggemaskan. Melihat mereka belajar berjalan, berbicara dan lain sebagainya adalah pengalaman yang luar biasa bagi orang tua.

Namun, anak balita sering kali membuat orang tuanya pusing, apalagi ketika emosi anak sedang meledak. Ia menjadi rewel, tidak mau diatur, marah, berteriak kencang, menangis keras-keras dan lain sebagainya. Hampir semua orang tua pasti pernah menghadapi anak dalam kondisi tersebut, khususnya saat anak berusia 1 – 4 tahun.

Nah, kondisi anak yang seperti itu disebut tantrum. Mungkin istilah ini belum terlalu populer, tapi jika dijelaskan lebih detail tentang kondisinya, orang tua pasti langsung mengerti. Tantrum adalah istilah psikologi  yang diartikan sebagai perilaku marah pada anak-anak.

Anak mengekspresikan kemarahannya dengan berteriak, memukul, menendang, menangis keras, tidak mau beranjak dari tempat tertentu, berguling-guling, menjatuhkan diri ke lantai bahkan menyakiti diri sendiri. Familiar dengan ekspresi kemarahan anak yang seperti ini?

Hal ini sering terjadi ketika orang tua tidak mengizinkan anak-anaknya mendapatkan sesuatu yang mereka mau. Misal, sedang berjalan-jalan di mal lalu anak menunjuk mainan kesukaannya. Alih-alih membelikannya, orang tua menolak dan terus berjalan. Kondisi seperti ini bisa memicu tantrum pada anak.

Penyebab Tantrum pada Anak?

Saat bayi, orientasinya hanya berpusat pada diri sendiri, sedangkan saat beranjak dari umur 4 tahun, ia harus sudah beradaptasi dengan banyak figur. Nah, pada usia 1- 4 tahun ini lah anak mulai mengembangkan kemampuan berekspresinya.

Tantrum pada anak terjadi karena keterbatasan dan ketidakmampuan anak-anak dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya. Maklum, pengetahuan mereka soal bahasa dan komunikasi masih terbatas.

Rasa frustasi inilah yang kemudian meledak-ledak menjadi emosi berlebihan. Karena mereka tidak mampu mengekspresikan keinginannya sehingga anak-anak meluapkannya dengan cara menangis, berteriak, meronta, menjerit, menghentakkan kedua kaki dan tangan ke lantai dan lain sebagainya.

Kondisi ini biasanya terjadi ketika orang tua tidak memenuhi kemauan dan kebutuhan anak. Anak-anak mulai mengembangkan tantrum saat berusia satu tahun. Kemudian hal ini bisa bertahan sampai berusia 4 tahun. Biasanya, perilaku tantrum akan menghilang sendiri seiring bertambahnya usia.

Namun, jika anak berusia di atas 4 tahun masih sering menunjukkan tantrum, maka kamu perlu membawa anak ke psikolog atau psikiater untuk dilihat perkembangannya.

Normalkah Tantrum pada Anak?

Ketika menghadapi kondisi ini, orang tua tak perlu khawatir, sebab tantrum umum terjadi pada anak. Hal ini tergambar dalam studi yang terbit di National Institute of Health pada tahun 2003. Penelitian ini melibatkan 335 anak usia 18-60 bulan.

Anak usia 18-24 bulan mengalami tantrum sebanyak 87 persen. Anak usia 30-36 bulan paling banyak mengalami tantrum, yakni sebanyak 91 persen, dan usia 42–48 bulan sebanyak 59 persen.

Rata-rata, tantrum berlangsung selama 0,5 sampai 1 menit. Sebanyak 75 persen kejadiannya berlangsung 5 menit atau lebih. Durasi rata-rata tantrum pada anak usia 1 tahun adalah 2 menit, 4 menit untuk anak yang berusia 2-3 tahun, dan 5 menit pada anak yang berusia 4 tahun. Dalam seminggu, anak usia 1 tahun bisa mengalami 8 kali tantrum.

Frekuensinya naik menjadi 9 kali pada anak berusia 2 tahun. Lalu terus menurun menjadi 6 kali pada anak yang berusia 3 tahun, dan 5 kali pada anak yang berusia 4 tahun. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa tantrum pada anak akan berkurang frekuensinya selepas umur 3 tahun. Ketika itu, kemampuan verbal anak dikatakan mulai berkembang sehingga sudah lebih baik dalam mengekspresikan kemauannya.

Jenis-Jenis Tantrum

Meskipun memiliki ciri umum yang sama, namun menurut Barton Schmitt dalam bukunya “My Child is Sick!”, memahami jenis-jenis tantrum dapat membantu orang tua untuk lebih memahami keinginan anak dan menemukan cara untuk mengatasinya.

Berikut ini beberapa jenis tantrum pada anak:

  • Tantrum Frustasi. Tantrum jenis ini dapat terjadi ketika anak-anak merasa frustasi saat mereka tidak bisa melakukan sesuatu. Mereka akan sangat jengkel ketika tidak bisa menyelesaikan sesuatu yang mereka inginkan.
  • Tantrum Kelelahan. Anak-anak balita belum mampu mengelola fisiknya secara baik. Mereka biasanya ingin terus-terusan bermain meskipun kelelahan dan butuh istirahat. Nah, ketika mereka merasa lelah dan ingin tetap bermain, biasanya yang terjadi adalah tantrum.
  • Tantrum Cari Perhatian. Kondisi ini terjadi ketika anak ingin mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan. Misalnya mereka minta dibelikan mainan atau permen saat orang tuanya sedang mengajaknya jalan-jalan di mal. Anak-anak yang belum mampu berkomunikasi dengan baik akan mencari perhatian agar keinginannya bisa terpenuhi. Salah satu caranya adalah tantrum.
  • Tantrum Menghindar. Jenis ini terjadi ketika anak menolak instruksi yang diberikan oleh orang lain. Misalnya seperti makan, mandi dan lain sebagainya.
  • Tantrum Marah. Tantrum ini mungkin yang paling membuat orang tua pusing. Hal ini terjadi karena anak berada dalam situasi yang membuat mereka marah. Entah itu karena dipaksa pergi atau dipaksa di rumah saja. Mereka bisa memukul, mengamuk, melemparkan barang, berteriak dan lain sebagainya. Ya, hal ini bisa saja terjadi di ruang umum seperti restoran, mal dan lain sebagainya.

Mungkin sulit untuk menemukan jenis tantrum tertentu hanya dengan melihatnya. Karena perilaku yang muncul biasanya mirip. Namun, seiring waktu, kamu mungkin memperhatikan pola waktu (sebelum tidur atau di antara waktu makan) atau situasi (pergi ke sekolah atau di toko mainan) yang akan membantu memberi petunjuk.

Menangani anak yang mengalami tantrum diperlukan strategi-strategi khusus
Menangani anak yang mengalami tantrum diperlukan strategi-strategi khusus

Hindari Hal Ini Saat Tantrum Terjadi

Orang tua harus pintar-pintar menyikapi kondisi tantrum pada anak. Jika salah menangani perilaku tantrum, bisa-bisa kondisi ini malah terus berkelanjutan melebihi batas normal terjadinya tantrum, yaitu sekitar usia 4 tahun.

Penelitian yang terbit di Journal of the American Academy of Nurse Practitioners pada tahun 2012 menemukan sebanyak 5-20 persen anak-anak mengalami tantrum parah yang sering dan mengganggu. Tantrum mulai dianggap tidak normal ketika anak melukai diri sendiri atau orang lain terluka, atau menghancurkan benda-benda.

Hal yang paling umum terjadi saat anak mengalami tantrum adalah orang tua cenderung mengalah dan memberikan apa yang anak inginkan. Ada pula orang tua yang malah ikut-ikutan marah kepada anak dan memaksanya untuk menghentikan perilakunya.

Cara tersebut bukanlah cara yang tepat untuk mengehntikan tantrum. Ketika orang tua mengalah, anak jadi belajar bahwa cara untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan adalah dengan, ya, tantrum.

Marah juga tidak tepat. Ketika orang tua membentak dengan nada yang sama tinggi dengan kemarahan anak, maka anak tidak mau kalah dengan kemarahan orang tuanya.

Ingat, orang tua adalah role model nomor satu bagi seorang anak. Melihat orang tua yang mengatasi masalah dengan kemarahan, justru membuat anak belajar bahwa cara menyelesaikan masalah adalah dengan kemarahan.

Apa Cara yang Tepat untuk Menangani Tantrum pada Anak

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya. Menangani tantrum pada anak memang perlu pintar-pintar dan kesabaran ekstra. Jangan sampai selalu mengalah atau malah balik marah-marah pada anak. Hindari juga mendisiplinkan anak dengan kekerasan fisik. Hal ini bisa menimbulkan trauma yang membekas sampai mereka dewasa.

Berikut ini cara-cara untuk menangani tantrum pada anak dengan tepat:

1.   Mengabaikannya

Salah satu cara terbaik menghadapi tantrum pada anak adalah dengan tetap tenang dan mengabaikan perilakunya. Namun bukan benar-benar mengabaikannya dan meninggalkan anak-anak.

Biarkan mereka marah sambil memastikan anak tersebut tidak melukai diri sendiri atau merusak barang-barang di sekitar. Jauhkan mereka dari barang-barang tersebut.

Tunggu sampai emosi anak sedikit mereda lalu cobalah ajak berkomunikasi secara perlahan untuk menyampaikan keinginannya dengan benar.

2.   Alihkan Perhatiannya

Jika kamu menangkap tanda-tanda tantrum, kamu mungkin bisa mengalihkan perhatian anak ke tugas atau aktivitas lain. Ini adalah cara yang cukup efektif agar anak lupa atas keinginan terpendamnya.

Misalnya, anak sedang masalah dengan mainan dan mulai memunculkan tanda-tanda frustasi, pertimbangkan untuk mengarahkan perhatian mereka ke permainan lain yang sesuai dengan usianya.

Jika sedang berada di tempat umum, kamu bisa mencoba menggendongnya untuk menjauhkan anak dari lingkungan yang memicu amukan seperti ada mainan kesukaannya dan lain sebagainya.

3.   Ajak Berkomunikasi

Cara ini hanya bisa dilakukan pada anak yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Dengan cara ini, orang tua mengajarkan anak untuk mengekspresikan emosi, pemikiran atau keinginannya.

Contohnya dengan memberi tahu anak dengan kasih sayang: “Amukan seperti ini tidak akan membuat kamu mendapat perhatian mama. Coba omongin baik-baik apa yang kamu inginkan. Atau apa yang membuat kamu marah-marah?”

Keterbukaan ini adalah salah satu cara paling efektif agar anak menganggap bahwa orang tuanya merupakan figur yang bisa diajak berkomunikasi secara terbuka. Cara ini bukan cara yang instan, namun harus dilakukan berulang kali dengan penuh kesabaran.

4.   Memberikan Contoh

Orang tua merupakan role model nomor satu dari anak-anak. Jika kamu dan pasangan sering bertengkar dengan pasangan dengan nada tinggi, jangan kaget kalau anak juga akan memperlihatkan cara berkomunikasi yang serupa.

Dalam situasi apapun, terutama di depan anak. Berikan contoh yang baik dalam menyelesaikan masalah. Berkomunikasi lah dengan tenang pada siapapun agar anak mendapatkan contoh yang baik cara untuk berkomunikasi.

5.   Konsisten

Konsistensi adalah kunci keberhasilan. Terdengar klise memang, namun ini adalah satu-satunya cara. Jika kamu kadang menangani tantrum dengan baik dan kesabaran, namun di satu waktu kamu malah ikut mengamuk pada anak, hal ini akan memperburuk penanganan yang sudah kamu lakukan.

– – – – – – Editorial Pick – – – – – –
Autisme pada Anak: Mengenal Gejala, Penyebab, Deteksi hingga Perawatannya
Tips Untuk Program Hamil Anak Kembar Yang Ampuh, Apa Ada?
Pentingnya Vitamin C Untuk Anak
Jenis Kontrasepsi, Manakah yang Lebih Aman?
Mengenal Donor Sperma: Prosedur, Risiko dan Hukumnya di Indonesia
10 Buah Terbaik Penyubur Rahim Menurut Sains

Memang melelahkan jika menghadapi anak yang terus-menerus mengamuk, tetapi merespons dengan cara yang sama akan membuahkan hasil pada waktunya. Ya, perlu kesabaran ekstra dalam menangani anak di usia balita.

Itulah beberapa informasi seputar tantrum yang bisa dikumpulkan oleh tim Ngovee. Merawat dan membesarkan anak memang bukan sebuah tugas yang mudah. Hal ini juga harus dilakukan oleh kedua orang tua. Jangan hanya seorang ibu yang menangani anak dengan baik namun ayahnya sering meluapkan emosi di depan anak.

Tidak bisa seperti itu. Membesarkan dan merawat anak adalah tugas kedua orang tua. Lakukanlah komunikasi terbuka pada pasangan agar tidak memperlihatkan pertengkaran di depan anak-anak. Dalam hubungan rumah tangga, pasti akan ada cobaan dan pertengkaran, tapi usahakan jangan lakukan itu di depan anak-anak.

Dr. Irma Lidia, tim dokter Jovee, menambahkan “Bila telah melakukan cara-cara diatas dan tidak berhasil atau tantrum anak kita mungkin sangat berlebihan. Dengan kuantitas yang sangat sering seperti lebih dari 5kali/hari dan dan tidak ada sebab yang jelas, sangat intense, tantrum sangat lama, dan mencoba melukai diri sendiri atau orang lain secara terus menerus, mungkin bisa jadi ada penyebab lain yang mendasari misal anak dengan ADHD atau penyebab lainnya”

Jangan sampai ketinggalan tren dan informasi terbaru. Simak selengkapnya hanya di Ngovee. Unduh aplikasi Jovee melalui Google Play Store maupun App Store untuk mendapatkan rekomendasi vitamin sekarang. Dapatkan vitamin terbaik hanya dari Jovee.

Penulis: Fadhel Yafie

Referensi:

Healthline (2020) | How to Deal with Tantrums in Your 3-Year-Old

Journal of the American Academy of Nurse Practitioners (2012) | Assessment, Management, and Prevention of Childhood Temper Tantrums

Mayo Clinic | Temper Tantrums in Toddlers: How to Keep the Peace

National Institute of Health (2003) | Temper Tantrums in Young Children: 1. Behavioral Composition

Parents (2020) | How to Deal with Toddler Temper Tantrums

Stanford Children’s Health | Temper Tantrums